Tidak salah lagi kawasan Ring Road akan menjadi tempat yang nilai investasinya semakin tahun akan meningkat seperti dikutip dari Radar Madiun sejalan dengan bakal pindahnya terminal bus Purboyo Kota Madiun ke kawasan Ring Road Barat pertumbuhan ekonomi di Ring Road semakin cepat.
Selain pindahnya terminal bus kekawasan Ring Road Pemkot juga punya konsep akan didirikanya kampus baru Politeknik Madiun dan SMK Internasional, ini akan membuat area ring road mengalami pertumbuhan ekonomi semakin cepat.
Otomatis nantinya nilai tanah maupun bangunan dikawasan ini akan melesat cepat. Apalagi ditunjang adanya program revitalisasi dari pemerintah. Kawasan ini akan segera menjadi primadona baru, sejalan dengan itu prospek investasi properti khususnya rumah di ring road ini sangat bagus mengingat akan didirikannya terminal, perguruan tinggi negeri, beberapa sekolah bertaraf internasional, selain itu akses yang mudah dan dekat dengan pusat kota Madiun.
Puri Intan Sari merupakan sebuah perumahan yang dikembangkan oleh PT. Risqi Amanah Mandiri dengan system cluster dengan 60 unit rumah terdiri dari 12 unit type 45, 23 unit type 52 dan 25 unit type 60 terletak di jalan raya ring road barat tepatnya jl. sidomakmur Manguharjo Kota Madiun.
Pembangunan Perumhan Puri Intan Sari ini telah dimulai pada bulan juni 2012 dan ditargetkan akan rampung pada pertengahan tahun 2014, saat ini pagar keliling sudah rampung dikerjakan, selain itu akses jalan masuk perumahan sudah mencapai 60% pengerjaan, pembangunan pos jaga hampir rampung digarap,selain itu telah dikerjakanya rumah contoh dan beberapa kavling yang sudah terjual. Untuk akses jalan masuk ke perumahan tepatnya jalan sidomakmur akan mulai dilakukan pembaharuan aspal jalan pada akhir tahun 2012, saat ini sedang berlangsung perbaikan saluran sepanjang jl. sidomakmur.
Aksesibilitas dari lokasi perumahan ini cukup tinggi, yaitu hanya lima
menit dari alun alun kota dan 50 meter dari jalan Ring Road Kota Madiun.(mcb)
PURI INTAN SARI
Present By PT. Risqi Amanah Mandiri
Contack :
0351-768 9900
081 335 633 639 (sms)
Jumat, 12 Oktober 2012
Senin, 01 Oktober 2012
Tips Memilih KPR Yang Tepat
Jakarta - Melonjaknya
harga properti dalam beberapa tahun belakangan ini membuat keluarga muda yang
ingin membeli hunian mengalami kesulitan untuk membeli secara tunai, salah satu
pilihan yang paling logis dan sering digunakan adalah meminjam KPR /
Kredit Pemilikan Rumah dari bank. KPR sangat membantu para calon pemilik rumah
untuk membeli rumah impiannya, apalagi di tengah tren menurunnya bunga pinjaman
yang pada kuartal ke empat tahun 2012 mencapai tingkat di bawah 10 %.
Beragam pilihan KPR yang ditawarkan oleh bank, dalam tulisan ini, Selasa (2/10/2012), penulis ingin memberikan beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum memutuskan memilih bank yang memberikan KPR.
Beragam pilihan KPR yang ditawarkan oleh bank, dalam tulisan ini, Selasa (2/10/2012), penulis ingin memberikan beberapa pertimbangan yang perlu dipikirkan sebelum memutuskan memilih bank yang memberikan KPR.
SBDK alias Suku Bunga Dasar Kredit
Pada
bulan Februari 2011, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan bahwa Bank-bank di
Indonesia wajib menginformasikan SBDK kepada calon nasabahnya. Apa yang dimaksud
SBDK ? SBDK adalah tingkat suku bunga pinjaman dasar bank yang didapatkan dari
biaya dana ditambah overhead dan margin keuntungan bank. SBDK bank-bank utama
di Indonesia dipublikasikan oleh Bank Indonesia setiap 3 bulan sekali dan
informasi SBDK teranyar dapat diakses dari
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Suku+Bunga+Dasar+Kredit/.
Dari data SBDK tersebut dapat dilihat bahwa bank besar sekalipun tidak menjamin SBDKnya lebih rendah dari bank yang lebih kecil. Tetapi tentunya bank dengan SBDK lebih kecil akan condong mudah memberikan pinjaman dengan suku bunga lebih rendah dari bank dengan SBDK lebih tinggi.
Kalau di lihat komponen SBDK biaya dana, overhead dan margin keuntungan, seharusnya bank yang lebih besar memiliki SBDK lebih rendah karena biaya dananya umumnya lebih rendah dari bank yang lebih kecil dengan asumsi overhead dan marginnya relatif sama.
Tetapi jika hal yang terjadi adalah kebalikannya maka kemungkinan bank dengan SBDK tinggi tersebut kemungkinan memiliki overhead tinggi dan atau membebankan margin keuntungan lebih tinggi dibandingkan bank dengan SBDK lebih kecil. Overhead tinggi dapat berarti bank tersebut tidak efisien atau banyak biaya lain-lain yang tinggi, salah satunya adalah biaya pencadangan untuk kredit macet.
Sebenarnya Bank Indonesia dalam Surat Keputusannya “mewajibkan” bank untuk mempublikasikan SBDK ini, khususnya untuk bank dengan aset lebih dari Rp 10 triliun harus mempublikasikan di situs utama (halaman pertama) situs bank (jika memiliki website).
Namun dalam kenyataannya hal ini hanya dipatuhi oleh beberapa bank dan banyak bank yang tidak mempublikasikan SBDK sesuai dengan keputusan BI. Ada bank yang sama sekali tidak mempublikasikan SBDK di situs utamanya atau ada bank yang mempublikasikan SBDK namun tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh BI dimana hanya memberikan icon atau link SBDK dan menempatkan informasi SBDK tidak dihalaman utama.
Hal ini sebenarnya merupakan pelanggaran yang cukup serius dan ini merugikan nasabah karena terkesan bank tidak transparan dan enggan memberikan informasi yang seharusnya menjadi hak nasabah sebelum memutuskan memilih bank.
Dari data SBDK tersebut dapat dilihat bahwa bank besar sekalipun tidak menjamin SBDKnya lebih rendah dari bank yang lebih kecil. Tetapi tentunya bank dengan SBDK lebih kecil akan condong mudah memberikan pinjaman dengan suku bunga lebih rendah dari bank dengan SBDK lebih tinggi.
Kalau di lihat komponen SBDK biaya dana, overhead dan margin keuntungan, seharusnya bank yang lebih besar memiliki SBDK lebih rendah karena biaya dananya umumnya lebih rendah dari bank yang lebih kecil dengan asumsi overhead dan marginnya relatif sama.
Tetapi jika hal yang terjadi adalah kebalikannya maka kemungkinan bank dengan SBDK tinggi tersebut kemungkinan memiliki overhead tinggi dan atau membebankan margin keuntungan lebih tinggi dibandingkan bank dengan SBDK lebih kecil. Overhead tinggi dapat berarti bank tersebut tidak efisien atau banyak biaya lain-lain yang tinggi, salah satunya adalah biaya pencadangan untuk kredit macet.
Sebenarnya Bank Indonesia dalam Surat Keputusannya “mewajibkan” bank untuk mempublikasikan SBDK ini, khususnya untuk bank dengan aset lebih dari Rp 10 triliun harus mempublikasikan di situs utama (halaman pertama) situs bank (jika memiliki website).
Namun dalam kenyataannya hal ini hanya dipatuhi oleh beberapa bank dan banyak bank yang tidak mempublikasikan SBDK sesuai dengan keputusan BI. Ada bank yang sama sekali tidak mempublikasikan SBDK di situs utamanya atau ada bank yang mempublikasikan SBDK namun tidak sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh BI dimana hanya memberikan icon atau link SBDK dan menempatkan informasi SBDK tidak dihalaman utama.
Hal ini sebenarnya merupakan pelanggaran yang cukup serius dan ini merugikan nasabah karena terkesan bank tidak transparan dan enggan memberikan informasi yang seharusnya menjadi hak nasabah sebelum memutuskan memilih bank.
Bunga KPR
SBDK
sebenarnya menjadi acuan yang sangat baik untuk menentukan bunga KPR, namun
SBDK tersebut masih belum memasukkan premi resiko nasabah dan jika bank
menghitung nasabah memiliki resiko lebih tinggi maka ia bisa mendapatkan bunga
KPR lebih tinggi dari SBDK, namun sebaliknya ada juga bank yang memberikan
bunga KPR lebih rendah dari SBDK.
Bahkan ada bank yang secara fair memberikan bunga floating fix sekian persen dari BI Rate (suku bunga yang diberikan oleh BI kepada bank jika menyimpan uangnya di BI). Hal ini memberikan jaminan kepada nasabah bahwa bank tidak akan semena-mena mengenakan bunga pinjamannya dan jika BI Rate turun, otomatis bunga KPR akan ikut turun.
Namun harap di ingat bahwa jika terjadi hal yang sebaliknya, dimana BI Rate juga mungkin naik, maka tentunya bunga KPR juga ikut naik. Ada juga bank yang memberikan jaminan bunga maksimal yang akan dikenakan setelah masa bunga fix berakhir, tentunya hal ini memberikan jaminan keamanan bagi anda dimana berapapun bunga di pasaran yang berlaku, beban cicilan KPR kita sudah pasti fix dan tidak akan melewati batas bunga tertentu. Tentunya bank tersebut memiliki perkiraan sendiri dan antisipasi atas gejolak bunga yang akan terjadi dimasa depan selama KPR tesebut berjalan.
Bahkan ada bank yang secara fair memberikan bunga floating fix sekian persen dari BI Rate (suku bunga yang diberikan oleh BI kepada bank jika menyimpan uangnya di BI). Hal ini memberikan jaminan kepada nasabah bahwa bank tidak akan semena-mena mengenakan bunga pinjamannya dan jika BI Rate turun, otomatis bunga KPR akan ikut turun.
Namun harap di ingat bahwa jika terjadi hal yang sebaliknya, dimana BI Rate juga mungkin naik, maka tentunya bunga KPR juga ikut naik. Ada juga bank yang memberikan jaminan bunga maksimal yang akan dikenakan setelah masa bunga fix berakhir, tentunya hal ini memberikan jaminan keamanan bagi anda dimana berapapun bunga di pasaran yang berlaku, beban cicilan KPR kita sudah pasti fix dan tidak akan melewati batas bunga tertentu. Tentunya bank tersebut memiliki perkiraan sendiri dan antisipasi atas gejolak bunga yang akan terjadi dimasa depan selama KPR tesebut berjalan.
Jebakan Floating
Harap
berhati-hati dengan istilah floating, karena banyak bank memanfaatkan keawaman
nasabah dengan memberikan tawaran bunga murah pada beberapa tahun pertama, lalu
setelah masa “bulan madu” tersebut dilalui, bank akan mengenakan bunga yang
lebih tinggi dari bunga pasaran.
Penulis menyarankan anda untuk memastikan berapa bunga KPR yang akan dikenakan selama masa kredit, kalau setelah masa bunga murah berlalu ditentukan floating, pastikan dasar floating tersebut bisa dipertanggungjawabkan seperti “maksimal sekian persen” atau “sekian persen dari BI Rate / bunga deposito” tertinggi bank (counter rate). Jika bank yang anda gunakan memang jujur dan ingin memberikan perlakuan yang fair pada anda tentunya tidak akan keberatan dengan kondisi tersebut di atas.
Penulis menyarankan anda untuk memastikan berapa bunga KPR yang akan dikenakan selama masa kredit, kalau setelah masa bunga murah berlalu ditentukan floating, pastikan dasar floating tersebut bisa dipertanggungjawabkan seperti “maksimal sekian persen” atau “sekian persen dari BI Rate / bunga deposito” tertinggi bank (counter rate). Jika bank yang anda gunakan memang jujur dan ingin memberikan perlakuan yang fair pada anda tentunya tidak akan keberatan dengan kondisi tersebut di atas.
Biaya lain dan Denda
Selain
biaya bunga, biaya lain yang perlu dipertimbangkan adalah biaya provisi dan
administrasi yang terkadang bisa dinegosiasikan. Namun ada satu biaya yang
tidak kalah penting dan harus ditentukan di muka sebelum anda menandatangani
akad kredit.
Biaya tersebut adalah biaya denda, baik denda keterlambatan maupun denda pelunasan lebih awal. Jika anda tipe orang yang disiplin dan kondisi keuangan anda cukup baik, anda tidak perlu mengkhawatirkan denda keterlambatan, namun jika kondisi keuangan anda tidak pasti, ada baiknya anda memilih jenis pinjaman yang fleksibel sehingga dikala anda tidak memiliki dana untuk mencicil anda masih memiliki kesempatan merubah nominal pinjaman / menambah nominal pinjaman yang ada.
Hal ini dimungkinkan oleh beberapa bank dengan nama KPR Fleksibel. Satu hal lain yang perlu menjadi pertimbangan jika kondisi keuangan anda cukup baik adalah denda pelunasan sebelum jatuh tempo. Secara teori, bank mengalami potensi kerugian jika terjadi pelunasan di muka, namun melihat sumber dana bank yang umumnya bersifat jangka pendek, harusnya pelunasan di muka tidak terlalu merugikan bank dan trend yang terjadi sekarang adalah bank membebaskan nasabahnya dari denda pelunasan dimuka.
Celakanya, jika kita mendapatkan bank yang mengenakan tingkat bunga yang tinggi ke nasabahnya dan menjebak dengan mengenakan denda tinggi jika dilakukan pelunasan di muka. Nasabah ibaratnya masuk bubu ikan, kalau diteruskan akan terkena beban bunga tinggi, kalau dihentikan juga terkena denda tinggi. Seharusnya praktek bank seperti ini tidak boleh dilakukan oleh bank yang baik dan fair.
*) A. Alfons Tanujaya, mahasiswa MM-MBA Universitas Indonesia 2011.
Biaya tersebut adalah biaya denda, baik denda keterlambatan maupun denda pelunasan lebih awal. Jika anda tipe orang yang disiplin dan kondisi keuangan anda cukup baik, anda tidak perlu mengkhawatirkan denda keterlambatan, namun jika kondisi keuangan anda tidak pasti, ada baiknya anda memilih jenis pinjaman yang fleksibel sehingga dikala anda tidak memiliki dana untuk mencicil anda masih memiliki kesempatan merubah nominal pinjaman / menambah nominal pinjaman yang ada.
Hal ini dimungkinkan oleh beberapa bank dengan nama KPR Fleksibel. Satu hal lain yang perlu menjadi pertimbangan jika kondisi keuangan anda cukup baik adalah denda pelunasan sebelum jatuh tempo. Secara teori, bank mengalami potensi kerugian jika terjadi pelunasan di muka, namun melihat sumber dana bank yang umumnya bersifat jangka pendek, harusnya pelunasan di muka tidak terlalu merugikan bank dan trend yang terjadi sekarang adalah bank membebaskan nasabahnya dari denda pelunasan dimuka.
Celakanya, jika kita mendapatkan bank yang mengenakan tingkat bunga yang tinggi ke nasabahnya dan menjebak dengan mengenakan denda tinggi jika dilakukan pelunasan di muka. Nasabah ibaratnya masuk bubu ikan, kalau diteruskan akan terkena beban bunga tinggi, kalau dihentikan juga terkena denda tinggi. Seharusnya praktek bank seperti ini tidak boleh dilakukan oleh bank yang baik dan fair.
*) A. Alfons Tanujaya, mahasiswa MM-MBA Universitas Indonesia 2011.
Sumber : detik finance
Present by PT. Risqi Amanah Mandiri
Langganan:
Postingan (Atom)